Judul Buku:Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman : 243
Kisah ini bermula dari saat di mana Ajo Kawir dan Si Tokek melakukan suatu
tindakan yang bodoh” dan tak bermoral. Malam itu, bersama dengan si Tokek, ia
pergi ke rumah milik Rona Merah –si janda gila. Awalnya, ajakan si Tokek untuk
pergi ke tempat itu ditolaknya. Untuk apa pergi ke rumah orang gila, begitu
pikirnya. Namun, pada akhirnya ia pun tak kuasa sendiri untuk menolak ajakan
teman baiknya tersebut.
Selang waktu cukup lama, yang keduanya lakukan di tempat tersebut hanyalah
mengintip apa yang sedang dilakukan si Rona Merah melalui sebuah lubang di
jendela. Namun, ternyata tak ada kegiatan berarti yang dilakukan oleh Rona
Merah –selain duduk dan mencacah-cacah makanannya. Ajo Kawir pun merasa bosan
dan ingin pergi dari tempat tersebut, namun Si Tokek mencegahnya dan memintanya
untuk lebih sabar menunggu.
Sebelumnya, ketika Si Tokek mengajaknya pergi, ia memang tak memberitahukan Ajo
Kawir mengenai tujuan terselubungnya. Itu ia maksudkan sebagai kejutan untuk
Ajo Kawir. Singkat cerita, kejadian yang diharapkan oleh si Tokek pun datang
juga. Dari kejauhan terdengar suara deru motor yang semakin mendekat ke arah
mereka. Motor yang ditunggangi oleh dua orang polisi itu pun berhenti di
halaman depan rumah si Rona Merah.
Keduanya masuk begitu saja ke dalam rumah tersebut. Rona merah –yang gila, itu
pun hanya diam saja. Dari celah lubang tempatnya mengintip, Ajo Kawir pun
dibuat tercengang. Sebab setelah kedua polisi tersebut –Si Perokok Kretek–
membereskan barang-barang yang berantakan dan –Si Pemilik Luka– memandikan Rona
Merah, mereka kemudian memerkosa Janda tersebut di atas sebuah meja.
Tak disangka, saat sedang khusyuk mengintip tersebut Ajo Kawir tiba-tiba jatuh
terpeleset akibat menggigil karena dinginnya udara yang disertai dengan guyuran
rintik-rintik hujan. Suara yang ditimbulkan dari Ajo Kawir yang terpleset
tersebut, kemudian membuat kedua polisi Si Perokok Kretek dan Si Pemilik Luka
sadar bahwa ada orang lain di sekitar rumah Rona Merah.
Sementara Si Tokek telah lebih dulu lari bersembunyi, Ajo Kawir sendiri masih
tertinggal di tempatnya tepeleset. Belum sempat ia bersembunyi, salah seorang
dari polisi tersebut telah lebih dulu menangkapnya.
Ajo Kawir pun dibawa ke dalam rumah si janda gila untuk menyaksikan perkosaan
terhadap Rona Merah yang dilakukan oleh kedua polisi tersebut. Ia dipaksa
menyaksikan setiap detail peristiwa perkosaan tersebut tepat di depan matanya.
Singkatnya, lepas kejadian tersebut, tak tau apa penyebab pastinya Ajo Kawir
menderita impoten. Oleh Penulis, penis Ajo Kawir yang tak mau terbangun
tersebut dijadikan sebuah alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai di
tengah kehidupan yang sebetulnya keras dan brutal.
Awalnya agak tidak mudah untuk memahami makna dari pengalegorian tersebut –saya
sendiri baru benar-benar memahaminya ketika cerita hampir selesai. Cerita yang
ditulis oleh Eka ini, bagi beberapa pembaca, mungkin akan terkesan “berandal”.
Namun begitu, pesan yang Eka coba sampaikan disampaikan dengan alur yang
mengasyikan.
Lebih jauh, kisah dalam novel ini sendiri ditulis dengan menggunakan sudut
pandang orang ketiga. Bagi saya, itu merupakan pilihan yang tepat, sebab tokoh
yang ada dalam novel ini sangatlah banyak. Dengan begitu, pembaca pun akan
lebih dimudahkan dan tidak dibingungkan tentang siapa tokoh yang sedang
berbicara maupun dibicarakan.
Untuk permainan plot sendiri, Eka membuat jalannya cerita menjadi seru dengan
menggunakan alur bolak-balik. Plotnya sukses membuat emosi ikut termainkan.
Hanya saja, pembaca harus cukup jeli dalam membacanya. Sebab jika tidak,
pembaca akan mendapati sedikit kebingungan. Penghantaran cerita pun tak selalu
lempeng, adakalanya di bagian tertentu kita akan dibuat tertawa terbahak-bahak,
ikut panik, marah, dan sedih.
Yang menjadi sedikit catatan di sini adalah pilihan diksi yang cukup vulgar
–bagi sebagian orang. Di satu sisi, ini bisa menjadi kelebihan, namun juga bisa
menjadi kekurangan. Kelebihannya, jelas bahwa tak semua penulis “berani” untuk
menuliskan cerita dengan pilihan diksi seperti ini. Hal ini tentu saja membuat
Eka menjadi berbeda dari penulis lainnya –dalam hal karakteristik penulisan.
Dan harus diakui bahwa “kevulgarannya” tersebut tidak menjadikan cerita di
dalamnya terkesan murahan. Lagipula, mengutip kalimat dari Ayu Utami,
penggunaan bahasa atau pilihan diksi oleh seorang penulis, pastinya telah
diperhitungkan dengan matang oleh penulis yang bersangkutan.
Sementara itu, kekurangannya adalah tak semua kalangan “bisa” membacanya. Hal
ini ditegaskan dengan adanya stiker 21+, yang mana berarti termasuk dalam
kategori novel dewasa, di kover belakang novel ini. Kedua, penggunaan bahasa
yang cukup vulgar, sebetulnya, juga sedikit riskan karena tidak semua orang,
lagi-lagi, “bisa” membacanya.
Ini lebih ke soal selera sebetulnya. Bahwa tak bisa dipungkiri, setiap orang
memiliki seleranya masing-masing. Begitupun tak ubahnya dengan tingkat
“kejijikan”. Penggambaran sebuah adegan seks yang dituliskan dengan cukup
gamblang, bukan tidak mungkin membuat pembaca berhenti atau melewati bagian
yang bersangkutan karena merasa risih.
Lepas dari itu, untuk masalah teknis, desain sampulnya unik. Sederhana, namun
tetap cantik. Ia juga representatif dengan isi ceritanya. Tata letak halaman
dalamnya pun rapi. Ukuran huruf yang digunakan juga pas, sehingga tidak membuat
mata pembaca kelelahan.
Ebook Disini :